Pak…
Besuk kita mungkin menua seperti ini.
Kulit berkerut, mata
merabun, dan suara mulai pelo tak jelas
Engkau tak lagi ganteng,
Aku juga pasti tak
cantik lagi.
Semua telah menjadi
‘bekas’
Tapi senyum kita akan
tetap sama.
Meski hanya hati kita
yang merasa.
Mendekatlah Pak, aku
ingin bersandar…
Saat keberduaan kita
akan panjang,
Kerena anak-anak telah
meniti jalan masing masing.
Kita kembali sendiri,
Di rumah yang kita
bangun oleh rasa cinta dan rekasa yang tinggi.
Tak apa….
Kita bakal saling tuntun ke masjid.
Runtungan ke sawah.
Bersama reresik omah.
Meski nanti kita juga
pasti kerap tengkar,
Oleh karena masing
masing pendengaran kita berkurang,
Yang menjadikan kecenderungan salah paham akan sangat rentan…
Kupeluk ya
Pak…
Saban sore nanti teh di
cangkirmu kupastikan tetap hangat.
Karena aku tau, engkau
tak suka dingin.
Sarung dan kokomu juga
akan kujaga wanginya.
Begitu juga kupluk
hitammu.
Akan terjaga kelam
warnanya.
Kita memang bukan
pasangan romantis
Ala Vivian dan Edward
di film Pretty Women
Atau Molly dan Sam di
Ghost
Bukan pula Rose dan
Jack di Titanic,
Meski janne jenengku
juga sudah Rose lo..
Tapi Rose yang weton
ndesa.
Nah oleh weton ndesa
inilah kita punya romantisme sendiri.
Romantisme sederhana
dengan plus minusnya.
Namun, bukan berarti
cara mencintaiku padamu juga sederhana.
Bukan Pak…sangat
bukan..
Aku tidak bisa
mencitaimu ala Sapardi Djoko Damono
Yang seperti ini…
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Cinta
kita tidak sederhana itu,
Ia lewati
jalan panjang dan berliku,
Penuh
onak dan tanjak.
Kadang
naik membumbung, kadang pula menukik turun.
Perih
pedihnya sungguh…
Itulah
rabuk kita, yang hingga kini kita olah
Supaya
pada saatnya tak lagi ada ruang hati yang gersang olehnya.
Pak….
Katanya
nanti malam ada perayaan,
Perayaan
yang disebut sebagai valentine day.
Hari
kasih sayang.
Hari
dimana kita semua umat
hendaknya
saling mengasihi, menyayangi, menghormati.
Tak hanya
dengan pasangan,
tapi
semua kelengkapan yang menyempurnakan sebuah pasangan.
Kawan,
sahabat, saudara, anak, isteri, suami, ibu, bapak, kakek, nenek.
Semua
makhuk, manusia dan teman lain ciptaan-Nya.
Kita tak
perlu debat halal haramnya ya Pak.
Toh semua
tinggal persepsi masing masing.
Maka….
Mari kita rayakan,
selagi
masih mampu, ‘berkasih sayangan’.
Akan
kusiapkan sesloki wine, dengan bakaran daging sapi pilihan.
Aku tahu,
Bapak suka yang setengah matang.
Kita akan
candle light-an di teras,
Meski cahaya bulan tak menderas .
Tak apa
dalam remang,
Karena
hati kita begitu benderang.
Bukankankah
kemarin bulan setampah itu
Telah
pula aku tebang?
Kubagi
rata, lalu kusematkan di dada kita.
Sungguh
kitalah bulan’
Akhirnya…
Meski
sekarang kita terentang jarak.
Itu bukan
persoalan untuk tidak
Pejamkan
mata bapak,
Bayangkan
hadirku’
Kubayangkan
hadirmu.
Mari
saling peluk
Menggenggam
erat tangan.
Jangan
lepas ya Pak, jangan…
Sampai
nanti kita ada di anjungan.
Sugeng
hari kasih sayang… J J
0 comments:
Post a Comment